Hari Kedua Eksplorasi -- 17 Juli 2018

Langit sudah terang, tapi sedikit mendung. Terdengar suara ombak yang kencang, lebih kencang dibandingkan kemarin sore saat pulang dari pulau Rambut, sebab air laut masih pasang. Aku tidak banyak bicara di kapal kayu saat perjalanan menuju pulau Rambut. Aku duduk di posisi yang sama seperti kemarin sore bersama teman teman dari kelompokku dan kelompok Garam Laut. 


Tiba di pulau Rambut, kami harus ke sisi pantai yang dekat dermaga, tetapi bingung mau jalan lewat mana. Air laut nanggung antara pasang dan surut sehingga kami tidak bisa turun di dermaga karena air sudah mulai surut, namun juga tidak bisa jalan di pinggir pantai seperti kemarin karena air masih tinggi. Akhirnya kami menemukan jalan lain yang merupakan hutan. Jalan itu agak susah dilewati, banyak batang pohon yang jatuh dan ranting-ranting bergelantungan. Kepalaku hampir terbentur saat melewati sebuah batang pohon yang cukup besar. 


Setelah harus jongkok, lompat, menghindari terkena batang dan ranting yang tajam, akhitnya kami sampai di tempat tujuan. Sembari menunggu kelompok DuBlob dan Anjing Laut dan beberapa kakak mentor. Aku dan teman-teman sekelompokku jalan-jalan di atas dermaga. Sebetulnya aku agak takut saat berada di atas dermaga tersebut karena kayunya yang terlihat tua dan rapuh. Banyak ikan-ikan kecil di dekat pantai, begitu juga sampahnya. Sebagian pantai pulau Rambut ditutupi sampah yang asalnya dari pulau-pulau lain yang terbawa ombak. 


Ketika teman-teman kelompok lain sampai, kami berfoto bersama di dermaga dan bermain di pantai. Belum sempat berkegiatan, teman-teman sudah basah kuyup, terutama yang laki-laki. Aku, Ratri, ketua regu DuBlob, dan beberapa teman yang lain berusaha untuk tidak terkena air karena nanti anginnya bakal kencang. 


"Adik-adik~"

"Siiap~"

Kami berkumpul membentuk satu lingkaran besar dan bersiap menyusuri pantai. Berbaris dan mulai mengikuti pak .... sebagai tour guide kami. Banyak burung-burung terbang dalam satu kelompok, juga yang hinggap di dahan dan ranting pepohonan. "Menyusuri pantai pulau Rambut asik juga..." gumamku, "tapi lama-lama panas banget ya". Awalnya aku takut kulitku iritasi karena sinar matahari yang terik, lalu aku berpikir, kapan lagi bisa panas-panasan di pantai seperti ini? Lagipula aku sudah memakai sunscreen yang cukup.


Kami semua mengenakan sepatu bot di kegiatan menyusuri pantai ini. Sepatu bot kami juga beragam jenis dan ukurannya, ada yang pendek se-mata kaki, ada juga yang tinggi mencapai lutut, seperti punyaku. Aku senang telah membeli sepatu botku ini, karena tinggi sehingga tidak ada air yang masuk (yang lain pada kemasukan air sampai menggenang).


Di tenggah perjalanan kami menemukan tumbuhan laut yang unik dan bisa dimakan, namanya anggur laut. Disebut anggur laut karena bentuknya yang bulat seperti anggur. Rasanya asin (karena air laut) teksturnya kenyal dan berlendir, warnanya hijau seperti daun cabai. Anggur laut adalah sejenis rumput laut. Rasa dan teksturnya mirip sekali dengan telur ikan.

Kami juga menangkap ikan gabus yang terdapat di rawa-rawa. Cara menangkapnya unik! Yaitu dengan batang bambu yang besar. Ikan gabus akan terperangkap dalam batang bambu yang berlubang pada satu sisi, dan tidak bisa keluar. Satu batang bambu bisa berisi 2 sampai 8 lebih ikan gabus.


Setelah 3 jam mengelilingi satu pulau akhirnya aku kembali ke tempat kami berangkat dan langsung duduk di kursi bambu, tempat kami meletakkan tas kecil dan buku tulis. Aku dan teman-teman yang sampai lebih dulu dikasih keripik bawang oleh bang Acung. Katanya sih keripik bawang, tapi rasanya lebih mirip keripik pisang.


Kak Ali membuat api unggun untuk membakar ikan gabus yang ditangkap tadi. Aku mencicipi sedikit ikannya karena masih panas. Rasanya manis-manis-asin dan dagingnya lengket dan berlendir. Kemudian kami makan siang di teras sebuah rumah kayu disana. Nasi putih, cumi goreng, capcai dan jeruk sudah tersedia untuk kami lahap. Sambil menunggu antrian makan, aku duduk bersandar di teras rumah tersebut, Lahh malah ketiduran... bangun-bangun cumi gorenggnya sudah habis, sisa tepungnya saja. Akhirnya aku hanya makan nasi putih dan capcai. Dan ternyata,... capcainya pedas,... untung enak!


Sekarang semuanya sudah kembali berenergi! (walau banyak juga yang masih lelah... termasuk aku) ya, setidaknya aku masih kuat untuk jalan-jalan dan melakukan aktivitas. Seperti yang kubilang tadi, pantai pulau Rambut penuh sampah, maka dari itu kami operasi semut sekeliling pantai (yang disekitar dermaga saja). Kami menyiapkan beberapa kantung sampah berukuran besar dan karung yang akan diisi sampah tergantung jenisnya, antara lain: kantung plastik, botol dan gelas plastik, styrofoam, beling, kaleng, sandal dan sepatu. Ya, kami menemukn banyak sekali sandal dan sepatu yang hanyut terbawa ombak dari pulau lain. Tetapi sampah yang paling banyak adalah... styrofoam! Jumlah styrofoam bekas kemasan mie instan sudah seperti jumlah kerang di pantai itu.

Selesai memunguti sampah, kami menghitung berapa jumlah karung yang kami dapat; 12 karung, itupun hanya sebagian kecil dari pulau Rambut.


Beberapa teman-teman lain masih mau berenang dan main air, aku dan teman-teman yang masih kering bajunya pulang lebih dulu ke pulau Untung Jawa naik kapal kayu.


Di pulau Untung Jawa, aku, Michelle, Ratri, Trisha; dari regu DuBlob, dan Katya jalan-jalan keliling pulau Untung Jawa mencari orang untuk diwawancara. Tiba-tiba, kami berpapasan dengan 2 anak perempuan SD pulang sekolah dengn seragam hijau tosca dan ransel warna-warninya. "Aku wawancara anak-anak itu saja kali ya?" Kemudian Ratri menyapa dan mulai berbincang dengan kedua anak tersebut. Aku dan teman-teman lain melihatnya sambil duduk di kursi kayu. Sekitar 5 menit kemudian kedua anak sd berlari menuju arah yang berlawanan dengan kami, "jadi tadi aku habis ngobrol sama anak-anak itu, katanya mereka mau mengantar kami kemanapun di pulau ini. Sekarang mereka mau menaruh tas dulu di rumahnya" kata Ratri. "Wah, sepertinya mewawancarai anak kecil ide yang bagus!" gumamku. Tak lama kemudian, ada sekelompok anak perempuan yang memiliki tinggi badan berbeda, 2 anak memakai baju sehari-harinya, satunya mengenakan seragam sekolah seperti yang tadi mengobrol bersama Ratri. Mereka diam sambil menatap kami dari seberang jalan, seperti menunggu ingin diajak bicara. Michelle mengawali percakapan "hai! Kita boleh tanya-tanya kalian nggak?" "Boleh..." salah satu anak menjawab dengan malu-malu. Rambut kecoklatannya dicepol seperti penari balet. Lalu ia berjalan ke arah kami duduk bersama 2 orang temannya. "Namaku Silsi..." ucap anak itu. Seorang anak berjilbab putih bunga-bunga ikut memperkenalkan diri "aku Talita...", "yang itu namanya Alka" menunjuk anak yang memakai seragam sekolah dan jilbab warna hitam. Datanglah anak-anak yang tadi, bersama satu temanya yang dikuncir tinggi. Meraka tampak risih kami berteman dengan Silsi, Talita dan Alka. Silsi dan Talita merangkul tanganku dan Michelle, lalu berkata "kakak sama kita saja jalannya kak". "Sepertinya mereka sedang bertengkar?" Kupikir. "Kalian mau ke arah sana ya? Kita ke sini ya" kata Ratri sambil menunjuk kearah pantai yang terdapat tempat bermainnya. Akhirnya Ratri, Katya dan ketiga anak berseragam yang aku tidak tahu namanya siapa, berbelok ke taman bermain, sementara aku, Michelle dan Trisha berjalan lurus kearah timur. Trisha berjalan di belakang bersama Alka, Silsi dan Talita berjalan di depan bersama Michelle dan aku. "Hobiku belajar, aku pernah juara lomba menulis di kelas, dan ikut beberapa lomba antar pulau; nari, gambar nyanyi... cita-citaku menjadi dokter" Silsi bercerita tentang dirinya dan kesehariannya, kami ngobrol santai di suatu dermaga, melihat pemandangan laut dengan langit oranye. "Kakak kemarin ke pulau Rambut ya?" Silsi menunjuk pulau Rambut yang disana. "Aku sering ikut bapak nangkap ikan, terus ngelewatin pulau Rambut" katanya. 


Aku , Michelle, Trisha dan teman-teman baru kami lanjut berjalan menuju penginapan kami. Kami melewati sebuah sekolah, tempat Silsi dan teman-temannya bersekolah, dindingdan pagarnya berwarna biru. Sebenarnya gedung ini adalah sekolah menengah, tetapi karena SD di pulau ini sedang direnovasi, anak-anak SD menunmpang belajar di gedung ini. Mereka mulai masuk kelas pada siang hari.


Sebelum kami jalan bersama Silsi, Talita dan Alka, mereka sempat bertanya

 "kak, memangnya teman kakak ada yang namanya Fariz?" 

"Enggak sih, adanya Fakhri (dari regu Garam Laut)" 

"Ooh gitu...."

"Kenapa? Kalian suka?"

"Iyaa,... hehehe"

"Kalian tahu Fakhri dari mana?"

"Kemarin kan kita lihat pas di PKBM. Kak Fakhri disukain anak-anak ngaji"

"Ooh gitu... orangnya ada di penginapan"

Dan mereka pun meminta kami untuk jalan dengan cepat agar bisa bertemu Fakhri.


Sampai di penginapan, mereka malu mau ketemu Fakhri "jangan dipanggilin kak... malu..." katanya dan memilih untuk duduk dan ngobrol lagi bersama kami. 

Ketika langit sudah mulai gelap, kami menanyakan apakah mereka tidak pulang ke rumahnya masing-masing? "Nggak. Tadi kita sudah izin kok sama orangtua" jawab Silsi dan Talita, dan akhirnya mereka ikut bersama kami sampai makan malam. Saat makan malam, tiba-tiba muncul bapak-bapak mengendarai sepeda menghampiri Silsi dan teman-teman. Mereka terlihat panik san langsung pamit "kita pulang ya kak" lalu lari sekencang-kencangnya. 


Selesai makan, aku kembali ke penginapan bersama teman-teman. "Tadi anak-anak kesini gak? Dimana ini penanggung jawabnya?!" Seorang bapak-bapak berpakaian seperti guru ngaji menghampiri penginapan kami membawa motor dan menggonceng 2 anak perempuan. Bapak itu memarahi kami dengan suaranya yang kencang. Ia bilang bahwa kami yang menyuruh anak-anak tadi (Silsi,Talita dan teman-teman) untuk datang ke penginapan sampai malam. Karena aku takut dengan bapak itu, aku langsung masuk kamar dan menutup pintu.


Komentar

Postingan Populer