Jurnal IPB Day 1

Mencetak Jejak Kaki Binatang

Di kegiatan eksplorasi sore, aku dan kelompokku jalan-jalan di sekitar taman IPB, ditemani oleh kak Dinda. Kami membawa buku catatan, binokular, kamera, net untuk menangkap serangga, dan juga alat-alat untuk mencetak jejak kaki binatang, yaitu gipsum, batang kayu, air dan kantung plastik bening.

Sulit untuk menemukan jejak kaki binatang di taman IPB. Sampai-sampai aku mengejar-ngejar kucing supaya membuat jejak kaki di tanah yang lembab, dan akhirnya tidak terjiplak juga. Kemudian aku mendelat ke arah sungai untuk mencari jejak kaki binatang, karena tanah di dekat sungai lebih lembab. Bukannya menemukan jejak kaki, aku malah diserang oleh nyamuk kebun dan serangga-serangga lain. Akhirnya aku berhenti mencari jejak kaki dan mencari binatang lain seperti burung atau katak. 

20 menit berlalu, kak Dinda mengajak kami ke tempat yang memiliki tanah yang lembab dan banyak batang pohon. Ternyata kakak-kakak sekala sudah menyiapkan jejak kaki binatang untuk kami cetak. 

Pertama, kami mencampur gipsum dengan air di dalam wadah, saat itu kami menggunakan gelas air mineral bekas yang ditemukan di taman. Saat gipsum sudah cukup cair, kami tuang ke jejak kaki binatangnya. Sebelum gipsum dituangkan, kami membuat "bingkai" dari batang kayu mengelilingi jejak kaki binatang supaya gipsumnya tidak beleber kemana-mana. Ketika jejak kaki binatangnya sudah tertutup gipsum, kami menutupinya dengan plastik dan batang kayu diatasnya agar tidak ada daun, ranting atau hewan yang masuk kedalamnya. Gipsum akan kering setelah 24 jam didiamkan, jadi kami akan mengambilnya besok.



Katak atau Kodok?

Malamnya kami kembali lagi ke taman IPB untuk mencari dan mengamati reptil atau amfibi. Kali ini tidak hanya kak Dinda yang mendampingi kami, ada 2 kakak-kakak dari Uni Konservasi Fauna (UKF) yang ikut menemani kami yaitu kak Bayu dan kak Gomez. 

Ternyata mencari reptil dan amfibi lebih sulit dari yang kubayangkan, apalagi kelompokku banyak yang takut pada binatang-binatang kecil (termasuk aku juga). Kami mendengar banyak sekali suara katak/kodok di sekitar air mancur, tapi kami sama sekali tidak melihatnya. 

Saat aku mencari di antara semak-semak, kak Dinda berbisik-bisik dengan beberapa anggota kelompokku. Ternyata kak Dinda menemukan 2 ekor katak yang sedang kawin. Tiba-tiba kataknya melompat ke kaki kak Dinda, kami ikut lompat sambil teriak. Kak Dinda dengan cepat langsung memasukkan 2 katak itu kedalam kantung plastik bening. Tak lama setelahnya, kak Bayu menemukan seekor kodok yang ukurannya hampir sebesar telapak tanganku (kira-kira 11cm). Kak Bayu kemudian memasukkan kodok kedalam kantung plastik dan ditaruh di tanah agar kami bisa mengamatinya bersama-sama. 

Awalnya aku kira katak dan kodok sama saja, ternyata banyak perbedaannya. Salah satu perbedaan yang paling kelihatan adalah ukuran tubuh dan tekstur kulit. Kodok cenderung berbadan gemuk dan tekstur kulit yang kasar sedangkan katak memiliki tubuh yang lebih ramping dan kulit yang licin dan basah. Katak mempunyai kaki yang panjang dapat melompat lebih jauh dibandingkan kodok yang kakinya pendek dan lebih sering berjalan dan melompat dengan jarak yang pendek. 

Setelah beberapa menit, warna kulit kedua katak di dalam plastik berubah menjadi lebih gelap, pertanda mereka sedang stres. Begitupun juga kodok, tekstur kulitnya tampak lebih kasar seperti bruntusan. Ketika kami selesai mengamati dan mencatat, katak dan kodoknya kami lepas ke tempat semula. Lagi-lagi, kataknya langsung lompat dan kami semua teriak-teriak, ada yang sampai lari ketakutan.

Komentar

Postingan Populer